Jampidum Kabulkan Permohonan RJ Kasus Laporan Palsu di Prabumulih

Jakarta | AndoraNews : Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan RI, Asep Nana Mulyana, mengabulkan permohonan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice (RJ) 1 perkara laporan palsu yang diajukan Kejaksaan Negeri (Kejari) PrabumulihPrabumulih 

Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, Senin (21/04/2025), menyebutkan bahwa sebelumnya terhadap permohonan RJ itu telah dilakukan gelar perkara (ekspose) secara virtual yang dipimpin Jampidum Asep Nana Mulyana.

Adapun perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap Tersangka Deva Andriani binti Ahmad Nawawi dari Kejaksaan Negeri Prabumulih, yang disangka melanggar Pasal 220 KUHP tentang Laporan Palsu.

Kronologi dimulai pada hari Rabu tanggal September 2024 sekitar pukul 15.15 WIB, saat Tersangka melintas di Jl. Bukit Patih RT.001 RW 002, Kelurahan Patih Galung, Kecamatan Prabumulih Barat, kemudian motor Tersangka ditendang oleh 2 orang laki-laki, Tersangka pun terjatuh lalu kedua orang tersebut mengambil Sepeda Motor Honda Beat dengan nomor polisi BG 2535 CK, dompet berisi uang Rp1,7 juta, kartu ATM Bank BRI dan BNI, KTP, kartu BPJS.

Pada saat Saksi Aiptu Sumardi melakukan pemeriksaan di TKP, tidak ada bekas sepeda motor dan orang terjatuh pada lokasi yang dilaporkan Tersangka.

Selanjutnya saksi Sumardi memanggil Saksi Dini Salpitri dan menemukan kejanggalan yaitu ketidakcocokan informasi mengenai saksi Dini Salpitri yang diajak tersangka sebagai saksi, ketika diinterogasi saksi Dini Salpitri mengakui bahwa tersangka memintanya untuk berbohong serta tersangka memberi upah kepada saksi Dini Salpitri sebesar Rp.50 ribu.

Bahwa dompet yang berisi uang sejumlah Rp1.760.000,-, kartu ATM Bank BRI dan BNI, KTP, kartu BPJS tidak pernah hilang, serta 1 (satu) unit sepeda motor honda beat nopol BG 2535 CK hilang di Simpang Pinang Kel. Tebing Tanah Puteh Kec. Prabumulih Barat ketika Tersangka sedang menunggu pacarnya.

Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Prabumulih Khristiya Lutfiasandhi, S.H., M.H. dan Kasi Pidum Mirsyah Rizal S.H serta Para Jaksa Fasilitator menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.

Dalam proses perdamaian, Tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada Korban yakni Sumardi selaku Anggota Polri.

Lalu Korban meminta agar proses hukum yang dijalani oleh Tersangka dihentikan.

Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Prabumulih mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan Dr. Yulianto S.H., M.H.

Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum, yang akhirnya menyetujui permohonan RJ tersebut.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:

  • Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
  • Tersangka belum pernah dihukum;
  • Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
  • Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
  • Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
  • Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
  • Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
  • Pertimbangan sosiologis;
  • Masyarakat merespon positif.

Selanjutnya Jampidum Asep Mulyana meminta Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) yang bersangkutan dengan permohonan RJ ini untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice (RJ).

“Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas JAM-Pidum. (Syamsuri).

Trending

- Advertisement -
- Advertisement -

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini