Banda Aceh | AndoraNews : Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Kejaksaan Agung RI, Prof. Asep N. Mulyana, memaparkan urgensi dan arah pembaruan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dalam Seminar Nasional bertema “Pembaruan KUHAP dalam Kerangka Integrated Criminal Justice System (Sistem Peradilan Pidana Terpadu)“. Jampidum
Seminar Nasional ini berlangsung di Aula Pascasarjana UIN Ar-Raniry, Banda Aceh, Rabu (25/6/2025).
Dalam paparannya, JAM-Pidum menekankan bahwa revisi KUHAP merupakan langkah strategis dalam membangun sistem peradilan pidana yang terintegrasi, demokratis, dan berbasis nilai-nilai Pancasila serta UUD 1945.
Menurutnya, pembaruan KUHAP tidak dapat dipisahkan dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP sebagai fondasi hukum pidana nasional.
Beberapa poin penting yang disampaikan JAM-Pidum dalam seminar tersebut antara lain:
- Proses Peradilan dalam Perspektif KUHP 2023
KUHP 2023 dianggap telah memurnikan peran fungsional penuntutan yang dimulai sejak tahap penyidikan.
JAM-Pidum menekankan pentingnya koordinasi antar lembaga dalam sistem peradilan pidana, serta keberadaan sistem kontrol dan keseimbangan (check and balances) antar subsistem hukum.
- Penguatan Koordinasi Penyidik dan Penuntut Umum
Merujuk pada Putusan MK Nomor 130/PUU-XIII/2015, JAM-Pidum mengingatkan pentingnya kewajiban penyidik untuk menyerahkan SPDP kepada jaksa, terlapor, dan pelapor/korban dalam waktu paling lambat tujuh hari sejak surat perintah penyidikan diterbitkan.
Hal ini dinilai sebagai bagian penting dalam membangun kolaborasi sejak awal proses penyidikan.
Jaksa peneliti memiliki peran strategis dalam mengawal kualitas penyidikan dengan memberikan petunjuk kepada penyidik, sekaligus menjalankan fungsi pengawasan untuk menjamin proses sesuai dengan KUHAP.
JAM-Pidum menegaskan bahwa bukti yang diperoleh secara melanggar hukum atau HAM tidak dapat digunakan di pengadilan.
Bahkan, bukti turunan dari sumber yang tidak sah juga dianggap tidak memiliki kekuatan hukum. KUHP 2023 Pasal 278 bahkan memuat sanksi pidana bagi aparat yang dengan sengaja memalsukan atau merekayasa alat bukti.
Pembaruan KUHAP ditujukan untuk menjamin kepastian, keadilan, dan kemanfaatan hukum bagi seluruh pihak yang terlibat dalam proses hukum, termasuk tersangka, terdakwa, korban, dan saksi.
RUU KUHAP juga memperhatikan perkembangan hukum nasional dan internasional, serta dinamika teknologi dan masyarakat.
• Pokok-pokok Ketentuan dalam RUU KUHAP 2025
Beberapa ketentuan kunci yang ditawarkan dalam RUU KUHAP 2025 di antaranya:
• Pemaafan Hakim (Rechterlijk Pardon):
Hakim dapat memutuskan tidak menjatuhkan pidana dengan mempertimbangkan nilai keadilan dan kemanusiaan.
• Keadilan Restoratif:
Diatur dalam Pasal 74–83, melibatkan pelaku, korban, dan pihak terkait dalam memulihkan keadaan sebelum terjadinya tindak pidana.
• Perlindungan Komprehensif:
Pasal 55 menjamin perlindungan terhadap pelapor, saksi, dan korban tanpa batas waktu.
• Hak-Hak Khusus:
Bab VI memuat perlindungan dan fasilitas bagi kelompok rentan, termasuk penyandang disabilitas, perempuan, lansia, dan terdakwa berusia di atas 75 tahun.
• Tawaran bagi Saksi Mahkota:
Penuntut umum dapat menawarkan peran saksi mahkota kepada tersangka yang paling ringan keterlibatannya, disertai pengurangan tuntutan pidana bila bersedia bekerja sama.
Prof. Asep menutup paparannya dengan mengajak seluruh elemen penegak hukum dan akademisi untuk berpartisipasi aktif dalam merumuskan RUU KUHAP yang menjamin supremasi hukum acara pidana nasional sesuai dengan kebutuhan masyarakat, bangsa, dan negara. (sri)

