Jakarta | AndoraNews : Desakan rakyat melalui aksi besar dengan tuntutan 17+8 poin akhirnya mulai dijawab Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI). Dalam konferensi pers resmi yang disiarkan CNN Indonesia pada Jumat (5/9), pimpinan DPR mengumumkan enam langkah awal, termasuk penghentian tunjangan perumahan dan moratorium kunjungan kerja luar negeri. Dpr
“Keputusan ini diambil DPR RI untuk merespons aspirasi masyarakat, memperbaiki diri menjadi lembaga yang inklusif, dan mengembalikan kepercayaan publik,” ujar Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad, dikutip dari Detik.com (6/9/2025).
Menurut laporan JatimTimes (6/9/2025), tunjangan rumah yang dihentikan nilainya bisa mencapai Rp50 juta per bulan bagi anggota DPR.
Enam Keputusan DPR
Dalam keterangan yang dipublikasikan, DPR menyebut enam langkah kebijakan sebagai tindak lanjut awal tuntutan publik:
- Penghentian tunjangan perumahan anggota DPR sejak 31 Agustus 2025.
- Moratorium kunjungan kerja luar negeri mulai 1 September 2025, kecuali undangan resmi kenegaraan.
- Pemangkasan fasilitas seperti listrik, jasa telepon, komunikasi intensif, dan transportasi.
- Penghentian hak keuangan bagi anggota DPR yang dinonaktifkan partai.
- Penonaktifan anggota bermasalah untuk ditindaklanjuti Mahkamah Kehormatan Dewan dan Mahkamah Partai.
- Komitmen transparansi dan partisipasi publik dalam proses legislasi.

Tuntutan Rakyat: 17+8
17 tuntutan jangka pendek harus dipenuhi sebelum 5 September 2025, mencakup penarikan TNI dari pengamanan sipil, pembekuan kenaikan gaji/tunjangan DPR, pembebasan demonstran, hingga jaminan upah layak bagi guru, nakes, buruh, dan ojol.
8 tuntutan jangka panjang dengan batas waktu 31 Agustus 2026, termasuk reformasi total DPR dan partai politik, pengesahan UU Perampasan Aset Koruptor, reformasi perpajakan, penguatan Komnas HAM, serta revisi kebijakan ekonomi yang merugikan rakyat.
Tagar #Tuntutan17plus8 tetap bergema di media sosial.

Kesimpulan
Kebijakan DPR menghentikan tunjangan perumahan dan memangkas fasilitas dinilai sebagai awal yang positif, namun mayoritas dari tuntutan 17+8 masih belum terjawab. Publik menilai langkah ini belum menyentuh inti persoalan seperti investigasi kasus kekerasan aparat, reformasi institusional, dan transparansi penuh anggaran.
Rakyat, mahasiswa, serta komunitas digital memastikan akan terus mengawal hingga seluruh tuntutan 17+8 benar-benar direalisasikan.

