Thailand | AndoraNews: Dalam upaya memperkuat perlindungan terhadap anak-anak dari kejahatan seksual berbasis daring, Direktorat Tindak Pidana Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) serta Pemberantasan Perdagangan Orang (PPO) Bareskrim Polri melaksanakan kunjungan kerja ke pusat penanganan kejahatan siber anak di Thailand, Thailand Internet Crimes Against Children Centre (TICACC), pada Kamis (17/7/2025). Polri
Kunjungan yang berlangsung di markas besar Central Investigation Bureau, Bangkok, ini dipimpin langsung oleh Brigjen Pol. Dr. Nurul Azizah, selaku Direktur PPA dan PPO Bareskrim Polri. Rombongan diterima oleh Pol. Maj. Gen. Saruti Kwaengsopha, Wakil Kepala TICAC, serta dihadiri oleh otoritas Kepolisian Thailand, delegasi dari Australian Federal Police (AFP), Komisioner KPAI, dan perwakilan dari Dittipid Siber serta Divisi Hubinter Polri.
Dalam sambutannya, Brigjen Nurul Azizah menegaskan pentingnya kerja sama lintas negara dalam menghadapi tantangan kejahatan seksual terhadap anak yang kian kompleks, khususnya di dunia digital.
“Ini bukan hanya kunjungan kerja biasa. Kami ingin membangun sinergi yang kuat dengan lembaga internasional seperti TICAC. Apa yang telah dicapai TICAC menjadi pelajaran penting bagi Indonesia dalam mengembangkan strategi penanganan eksploitasi anak secara digital,” ungkapnya.
Dirinya juga menekankan bahwa pembentukan Direktorat khusus PPA dan PPO oleh Polri sejak Oktober 2024 adalah wujud keseriusan institusi dalam menangani kasus kekerasan terhadap kelompok rentan, termasuk perempuan dan anak-anak.
Belajar dari Keberhasilan TICAC
Dalam sesi diskusi dan pemaparan, pihak TICAC membeberkan berbagai capaian sepanjang tahun 2025, di antaranya:
- 210 operasi yang telah digelar,
- 59 pelaku ditangkap, dan
- 151 surat penggeledahan telah dikeluarkan.
Fokus utama mereka meliputi kejahatan perdagangan manusia, distribusi dan kepemilikan Child Sexual Abuse Material (CSAM), serta tindakan pelecehan seksual terhadap anak. Dalam operasionalnya, TICAC menggandeng berbagai lembaga, termasuk FBI, National Center for Missing and Exploited Children (NCMEC), serta NGO seperti HUG Project dan ZOE Foundation.
Perhatian khusus juga diberikan terhadap fenomena sextortion pemerasan berbasis konten seksual yang disebut sering kali menjadi bagian dari modus operandi sindikat perdagangan orang.
Menanggapi fenomena tersebut, Polri melalui Satgas Pornografi Anak Online mengungkap telah melakukan pemblokiran terhadap lebih dari 10.934 konten pornografi anak sejak 24 Mei 2024. Langkah ini menjadi bagian dari strategi jangka panjang untuk menciptakan ruang digital yang aman bagi anak-anak Indonesia.
Komitmen Jangka Panjang
Dalam sesi tanya jawab, KBP Ganis Setyaningrum, Kasubdit II Dittipid PPA dan PPO, menggali lebih dalam terkait struktur organisasi, mekanisme kerja, hingga metode pendanaan TICAC. Dijelaskan bahwa kolaborasi TICAC dengan mitra lokal dan internasional dibangun melalui kesepakatan formal seperti Memorandum of Understanding (MoU), serta terbuka bagi semua pihak yang memenuhi kriteria hukum dan etika.
Kegiatan ditutup dengan pernyataan harapan dari Brigjen Nurul Azizah agar kerja sama ini tidak berhenti di tahap pertemuan semata.
“Kami berkomitmen untuk mengubah sinergi ini menjadi langkah nyata. Harapannya, Polri dan TICAC dapat terus berjalan berdampingan dalam misi mulia melindungi anak-anak dari ancaman eksploitasi seksual, terutama di ruang siber yang terus berkembang,” tegasnya.