Lebak | AndoraNews : Sekjen MataHukum, Mr Mukhsin Nasir, mengingatkan pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Lebak agar jangan menutup mata atas terbengkalainya Pasar Cipanas di Kecamatan Cipanas, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Pasar cipanas
“Apalagi anggaran pembangunannya menelan biaya Rp 24,6 miliar. Selain itu sudah banyak dikeluhkan masyarakat,” ujar Mukhsin Nasir dalam keterangan persnya kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (26/04/2025).
Dia mengaku banyak menerima keluhan masyarakat di Lebak, yang mengadukan terbengkalainya Pasar Cipanas, yang dibangun dengan anggaran pertama Rp 16 miliar lalu ada tambahan anggaran Rp 8,6 miliar.
Ironisnya Pasar Cipanas saat ini kondisinya mengenaskan dibiarkan terbengkalai begitu saja ditinggalkan para penjualnya.
Semestinya aparat terkait seperti kejaksaan tanggap atas kondisi tersebut, mengingat anggaran yang dipergunakan untuk membangun Pasar Cipanas tersebut adalah uang negara.
“Kejari Lebak jangan tutup mata dengan kondisi tersebut,” tandas Mukhsin.
Dia menjelaskan, bangunan yang terbengkalai setelah menghabiskan anggaran miliaran rupiah memiliki konsekuensi hukum yang serius, terutama jika melibatkan anggaran publik.
Secara umum, hukumnya adalah pelanggaran hukum pidana dan perdata, seperti tindak pidana korupsi, penyelewangan anggaran, atau bahkan penggelapan jika uang tersebut disalahgunakan oleh oknum.
Lebih rinci dikatakan Mukhsin, yakni :
- Tindak Pidana Korupsi:
Jika proyek tersebut melibatkan uang negara atau anggaran publik, dan ada indikasi korupsi seperti penggelembungan anggaran, penyalahgunaan wewenang, atau suap, maka oknum yang terlibat dapat dijerat dengan tindak pidana korupsi sesuai dengan UU Tipikor (Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi). - Penyelewengan Anggaran: Jika anggaran tersebut tidak digunakan sesuai dengan perencanaan atau ada penyimpangan dalam penggunaan anggaran, maka dapat dianggap sebagai penyelewangan anggaran dan dapat dikenakan sanksi hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Penggelapan (jika ada):Jika ada pihak yang mengambil uang proyek untuk kepentingan pribadi setelah proyek tersebut tidak berjalan, maka dapat dijerat dengan pasal penggelapan sesuai KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana).
- Tuntutan Perdata: Selain tuntutan pidana, pihak-pihak yang dirugikan akibat bangunan yang terbengkalai dapat mengajukan tuntutan perdata untuk mendapatkan ganti rugi atas kerugian yang diderita.
Implikasinya
- Kerugian Publik:
Bangunan yang terbengkalai menyebabkan kerugian bagi masyarakat karena potensi hilangnya fasilitas publik yang seharusnya bisa dimanfaatkan. - Kerugian Negara: Jika bangunan tersebut dibangun dengan anggaran negara, maka kerugian negara akan terjadi karena dana yang sudah dialokasikan tidak digunakan dengan efektif dan efisien.
Dampak konsekuensi hukum pada pihak :
Oknum yang terlibat dalam proyek yang terbengkalai akan kehilangan kepercayaan publik dan dapat dikenakan sanksi administratif (misalnya, tidak dapat lagi menjadi kontraktor pemerintah).
Dari penjelasan tersebut di atas, Mukhsin menyimpulkan,bangunan yang terbengkalai setelah menghabiskan anggaran miliaran rupiah merupakan masalah serius yang memiliki konsekuensi hukum yang berat, terutama jika melibatkan anggaran publik.
Korupsi, penyelewangan, dan penggelapan adalah beberapa bentuk pelanggaran hukum yang mungkin terjadi dalam kasus seperti ini.
“Selain itu, ada implikasi sosial dan ekonomi yang perlu dipertimbangkan karena kerugian yang diderita oleh masyarakat dan negara,” terang Mukhsin. *Syamsuri